Sabtu, 30 Juli 2011

THE KING'S SPEECH : DERITA SANG RAJA GAGAP

Sebagai seorang adik, wajar kalau Albert (Colin Firth) merasa selalu berada di bawah bayang-bayang si kakak yang lebih tampan, flamboyan, dan juga selalu bisa mengekspresikan dirinya. Edward kecil kemudian tumbuh sebagai pria yang tertekan. Ia yang alaminya bertangan kidal kemudian berusaha untuk menjadi 'normal' dan menggunakan tangan kanannya. Namun, dampak dari tekanan mental yang dihadapinya di masa lalu, ia menjadi seorang yang gagap.

Kegagapan itu menjadi masalah besar karena sang ayah, Raja George V (Michael Gambon), menekankan betapa pentingnya broadcasting di dalam monarki modern. Dan Albert harus bersiap untuk itu karena ialah yang kemungkinan akan meneruskan monarki mengingat kakaknya, David (Guy Pearce), akan mengacaukan keluarga dan kerajaan kalau naik tahta.


Di sinilah peran sang isteri, Elizabeth (Helena Bonham Carter). Elizabeth membawa Albert kepada seorang speech therapist, Lionel Logue (Geoffrey Rush). Teknik yang digunakan Logue tidak biasa. Ia mulai dengan hal yang paling kecil, yaitu saling memanggil dengan nama kecil. Berkebalikan dengan kultur masyarakat Inggris yang feodal saat itu, tentu saja Albert tak terlalu menyukai cara ini. Namun terbukti kalau teknik yang digunakan oleh Logue manjur dan berhasil.


Pendekatan psikologis yang dipergunakan oleh Logue bukannya tak membawa masalah. Hubungan mereka jadi bersifat personal. Karena keadaan yang terjadi di lingkungan kerajaan, Raja George meninggal dan David yang harusnya menjadi raja lebih memilih menikahi janda sosialita dari Amerika, membuat posisi Albert terpojok. David yang tampan dan flamboyan, lebih disukai rakyat Inggris. Namun monarki dan pemerintah Inggris mendesak Albert untuk menggantikan David. Logue yang spontan pun memberikan masukan yang tegas bahwa Albert harus naik tahta. Albert kecewa dengan sikap Logue dan memutuskan untuk menghentikan sesi terapinya.

Pada akhirnya, Albert harus naik tahta. Berbagai acara pidato di depan umum sudah menunggu, mulai dari pentahbisannya di Westminster Abbey. Bersama Elizabeth, Albert mendatangi Logue di kediamannya dan meminta Logue untuk kembali membantu Albert yang akan segera menjadi Raja George VI.

Untuk menghilangkan gagap yang diderita Albert, tidaklah mudah. Akhirnya, Logue selalu berada di samping Raja George VI dalam berbagai acara pidato. Teknik dan persyaratan yang digunakan Logue pun selalu dituruti. Kesuksesan besar pidato Raja Georga VI adalah saat ia berpidato secara live di radio saat Inggris akan menghadapi Perang Dunia II. Ia, melampaui ekspektasi semua orang, keluarga dan rakyat Inggris, membacakan pidato yang penuh inspirasi dan menguatkan rakyat yang sedang cemas dengan kondisi saat itu.

The King's Speech, secara keseluruhan well produced. Begitu banyak nominasi dan penghargaan yang mereka dapat, termasuk di ajang Academy Award sebagai Best Motion Picture of The Year alias film terbaik 2010. Sutradara, Tom Hooper, penulis skenario, David Seidler, dan pemeran utama, Colin Firth didapuk dengan Oscar. Sementara art director, sinematografi, editor, costume designer, music, dan aktor dan aktris pemeran pembantu, juga mendapat nominasi.

Tentu tak mudah memutuskan sudut pandang apa yang harus digunakan untuk menilai film yang begitu bagus, yang konon juga disukai oleh para royal family di Inggris sana. Namun, saya tertarik sekali dengan persahabatan tak biasa antara Albert dan Logue. Tentu tak mudah bagi keduanya untuk keluar batas tatanan masyarakat pada masa sekitar tahun 1930-an. Saling memanggil nama kecil, berdiri dalam jarak yang terlalu dekat, bahkan kunjungan-kunjungan pribadi Albert dan Elizabeth ke kediaman Logue. Namun, kedekatan seperti itulah yang sebenarnya sangat diinginkan Albert. Masa lalu Albert yang cukup suram, ayahnya yang superdisiplin, kakaknya yang suka melecehkannya, bahkan nanny mereka juga lebih menyukai kakaknya, David. Keakraban sebagai teman tidak pernah didapat oleh Albert di dalam lingkungan pergaulannya. Sementara beban yang ditanggungnya cukup besar.

Albert beruntung memiliki Elizabeth di sampingnya. Dalam keadaan yang terburuk, Elizabeth (ibu Ratu Elizabeth II), selalu tegak berdiri di sampingnya. Tepat seperti di tagline film ini, “When God couldn't save The King, The Queen turned to someone who could.” Saya sangat suka tagline ini, ketika Tuhan tak bisa menyelamatkan Sang Raja, Sang Ratu berpaling kepada orang yang bisa melakukannya. Berada di antara orang yang 'lebih hebat dari Tuhan' dan perempuan 'yang menemukan orang yang lebih hebat dari Tuhan', Albert kemudian sukses menjadi raja yang dicintai oleh rakyatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar