Sabtu, 30 Juli 2011

SHELTER : THRILLER DENGAN AKHIR YANG MENGECEWAKAN

Sejak membaca novel Sidney Sheldon yang berjudul Tell Me Your Dream, saya memang sedikit maniak dengan tema-tema psikologis, baik buku maupun film. Di barisan film, selain Silence of The Lamb (produksi 1991) dan sekuelnya Hannibal (2001) yang dibintangi oleh Julianne Moore, ada beberapa film dengan genre thriller misteri yang menggunakan pendekatan psikologis. Sebut saja The Others (produksi 2001) dan The Sixth Sense (produksi 1999). Saat pertama membaca riview film Shelter, saya langsung merasa kalau film ini lumayan menarik untuk ditonton.


Dari awal, Shelter yang berdurasi 112 menit dibuka dengan penegasan si pemeran utama Cara Harding (Julianne Moore) yang menyatakan bahwa Multiple Personalities Syndrome (MPD) tidak ada. Namun pernyataannya itu berlawanan dengan sebuah kasus yang dihadapinya. Sebagai psikolog, Cara dalam keadaan tertekan karena suaminya baru saja dibunuh. Ayahnya yang juga seorang psikolog, menyerahkan kepada Cara seorang pasien bernama Adam (Jonathan Rhys Meyers) yang nyata-nyata mengidap MPD.

Kehidupan Cara kemudian mengalir di seputar kasus Adam dan beberapa alter egonya. Untuk membuktikan bahwa Adam hanyalah mengarang cerita mengenai alter egonya, Cara berusaha menyelidiki nama-nama orang yang mengambil alih tubuh Adam. Untuk meyakinkan ayahnya, Cara berusaha mencari kaitan antara sosok-sosok alter ego Adam. Sayangnya, banyak hal yang sangat tidak masuk akal. Di antara nama-nama yang muncul, kelihatannya tak ada hubungan sama sekali. Umur, kondisi fisik, dan latar belakang keluarga masing-masing sangat berbeda. Satu kesamaan di antara alter ego itu adalah bahwa mereka semua sudah mati. Bahkan Adam pun sebenarnya sudah mati. Lantas siapa sebenarnya pasien yang sedang ia hadapi itu?

Sangat mengecewakan sebenarnya ketika film yang di paruh pertamanya menunjukkan potensi thriller yang luar biasa ternyata dilarikan ke arah sesuatu yang terlalu mistisme. Film ini jadi kehilangan sense of psychology-nya karena ramuan mistisme justru mengambil alih scene-scene akhir.

Di paruh terakhir film ternyata cerita diarahkan kepada keimanan Cara dan seluruh anggota keluarganya. Sosok Adam ternyata adalah seorang Pastor Christian Moore yang pada jaman dulu pernah menghabisi keluarganya sendiri pada masa epidemi influensa. Pastor ini kemudian diambil rohnya oleh seorang dukun perempuan tua. Namun, ia lahir kembali dan membunuh orang-orang yang kehilangan iman dan kepercayaannya. Di saat yang sama, keluarga Cara sedang diuji keimanannya. Iman mereka goyah setelah suami Cara mati dibunuh oleh perampok.

Di antara keluarganya, Cara satu-satunya yang masih memiliki iman yang kuat dan terus percaya kepada Tuhan. Sayang, keimanan seseorang adalah pilihan masing-masing individu. Cara maupun dukun tua itu tak bisa menyelamatkan mereka. Satu per satu keluarga Cara dibunuh oleh sang pastor. Perjuangan terakhir Cara adalah menyelamatkan puteri semata wayangnya, Sammy. Jiwa Sammy sudah dikejar oleh sang pastor. Dan akhirnya iapun mati. Dalam sekejab, roh Sammy masuk ke dalam tubuh pastor itu. Dalam keadaan putus asa, Cara akhirnya mencekik pastor tersebut sampai mati. Kejutan khas film horor pun dimunculkan ketika Sammy hidup kembali. Namun, tubuhnya sudah dirasuki oleh semua roh orang yang mati di tangan sang pastor. Mampukah Cara membunuh tubuh anaknya itu?

2 komentar:

  1. Benar sekali bahwa Shelter memberikan akhir yang mengecewakan. Awalnya saya pikir akan menjadi sebuah film dengan sentuhan Psikologi yang mengagumkan. Nyatanya hanya demikian saja :(

    BalasHapus
  2. Pokoknya untuk film psikologi thriller, Silent of the Lamb belum ada tandingan deh....

    BalasHapus