Senin, 15 Juli 2013

Jesus Henry Christ: (Lagi) Film tentang Kekacauan dalam Keluarga

Jesus Henry Christ bukan film pertama yang saya tonton yang bercerita tentang kekacauan dalam sebuah keluarga yang diakibatkan oleh satu masalah: donor sperma! Film lainnya yang cukup menyita perhatian publik dan bahkan mendapat award di beberapa festival film adalah The Kids are Allright.

 Jesus Henry Christ bercerita tentang seorang anak bernama Henry James Herman, seorang anak jenius yang mampu mengingat semua hal yang ia pernah lihat sejak ia lahir. Ibu Henry, Patricia, adalah seorang feminis gagal yang bekerja di kafetaria. Ia mendapatkan Henry melalui donor sperma. Saat berumur 10 tahun, Henry, yang karena kejeniusannya, penasaran tentang keberadaan ayahnya. Dari kakeknya, Stan, Henry mendapat informasi bahwa ia memiliki kakak perempuan tiri, yang se-sumber sperma dengannya.


Pencarian Henry membawanya bertemu dengan seorang ilmuwan yang tak lain adalah ayahnya, Dr. Slavkin O'Hara. Kekacauan tak berakhir begitu saja. Kakak perempuan Henry, Audrey, yang dibesarkan sendiri oleh Dr. O'Hara ternyata memiliki masalah besar di sekolahnya. Ia dicap lesbian dan di-bully oleh teman-teman sekolahnya. Sementara itu, Dr. O'Hara sendiri tak yakin kalau Audrey adalah anak biologisnya. Di tengah-tengah kekacauan itu, Audrey  dan Henry semakin dekat, walau tak yakin apakah mereka bersaudara atau tidak.

Film yang diproduseri oleh Julia Roberts ini berdurasi 91 menit. Walaupun tidak terlalu mengocok perut, sisi komedi terasa hampir di sepanjang film. Film keluaran 2012 ini memang tak sepopuler The Kids are Allright yang dirilis dua tahun sebelumnya. Tetapi, dengan tema yang hampir mirip, pencarian ayah pendonor sperma, tampaknya masalah sosial yang diakibatkan dari perkembangan teknologi semakin merebak di masyarakat.

Donor sperma memang banyak dilirik oleh kelompok lesbian ataupun perempuan lajang yang ingin punya anak. Sama halnya dengan surrogate mother yang dimanfaatkan oleh kaum gay atau laki-laki lajang yang ingin punya anak (anak-anak Michael Jackson adalah salah satu contoh hasil dari sorrogate mother). Dengan munculnya film yang mengangkat masalah yang diakibatkan oleh donor sperma,  tampaknya kita tak bisa menutup mata bahwa donor sperma maupun surrogate mother menimbulkan keresahan di masyarakat. 

Saya pribadi tidak pernah berusaha menentang hak-hak kaum LGBT atau pria/wanita single yang ingin punya anak. Tetapi, jauh di atas hak-hak orang-orang dewasa, hak anak haruslah lebih diutamakan. Anak-anak berhak tahu siapa ayah ibunya dan yang paling penting, mereka juga berhak untuk diasuh oleh ayah dan ibunya. Orang dewasa tak boleh menutup mata dan mengabaikan hak-hak anak-anak dan calon anak-anak ini. Entah itu atas nama kesetaraan atau apapun itu, sudah saatnya kita menghentikan kekacauan dan yang akan terjadi akibat penggunaan donor sperma atau surrogate mother. Jika memang pasangan LGBT atau para single ingin punya anak, masih banyak anak-anak miskin yang bisa diadopsi di belahan bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar